Kegiatan kebanyakan warga desa Bandungrejo, Ngablak di kaki gunung Merbabu, Jawa Tengah rata-rata adalah bertani. Namun demikian desa yang berada di daerah Kabupaten Magelang memiliki suatu kekuatan potensi komunitas yang luar biasa. Komunitas tersebut menggerakkan desa-desa yang berkaitan dengan desa Bandungrejo, Ngablak dalam suatu kegiatan rohani sekaligus kegiatan material yang selama ini tertutup kabut ketidaktahuan.
Komunitas tersebut menguasai tarian Soreng dan di bawah payung paguyuban Warga Setuju dari desa Bandungejo, Ngablak. Paguyuban ini menguasai tarian Soreng yang merupakan bagian dari seni tari dan pertunjukan. Sumber tarian berasal dari kisah yang tak pernah habis-habis untuk dibagi dan digali dan selama ini menjadi kebanggaan bersama. Hal ini disebabkan mereka memiliki satu sumber bersama yakni nenek moyang mereka: para pasukan Kadipaten Jipang yang hidup pada abad ke XVI. Alkisah para pasukan Kadipaten Jipang itu mendukung Arya Penangsang untuk menjadi Raja yang menggantikan Sultan Prawoto dari kerajaan Demak. Dalam upayanya menjadi Raja, Arya Penangsang dikalahkan oleh pihak Sutawijaya yang kelak bergelar Panembahan Senopati dan merupakan cikal bakal dari Raja dari Kesultanan Mataram. Di lain pihak, sebagai pihak yang kalah, pasukan Jipang mengundurkan diri ke pegunungan dan membangun hidup mereka kembali sebagai suatu komunitas.
Komunitas itu selama bertahun-tahun bertahan dan melestarikan kisah nenek moyang mereka sekaligus meneruskan nilai-nilai kehidupan dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Gerak tari dan musik yang menghentak-hentak mengiringinya mencerminkan nilai kekesatriaan dan kepahlawanan yang membakar semangat para pelaku dan penontonnya.
Paguyuban yang kurang lebih didirikan pada tahun 1970an itu dipimpin oleh beberapa orang yang merupakan sesepuh dari desa. Mereka antara lain adalah Slamet Santosa sebagai salah seorang pimpinan grup yang bertanggungjawab sebagai koreagrafer dari Paguyuban Warga Setuju. Ia juga menjadi pihak yang berhubungan dengan pihak luar yang mengundang mereka untuk manggung, dan memastikan agar jadwal mereka tidak bertabrakan dengan kehidupan sehari-hari. Ia bahu membahu dengan sesepuh komunitas yakni Wahyudi, Pujiyono dan Taryono yang nenek moyangnya juga mendirikan turut paguyuban tersebut.
Kombinasi dari mereka membentuk tanggungjawab atas berlangsungnya dan pelestarian tarian. Ada pula sesepuh lain bertanggungjawab dalam penciptaan komposisi musik dan inventarisasi kostum dan riasan para pemain. Kesemuanya berlangsung dengan kesepakatan bersama, bahkan hingga pada tataran para penari, dengan demikian pula mereka memberikan nama komunitas mereka sebagai Komunitas Warga Setuju.
Di dalam setiap pementasan, kisah-kisah yang mereka sampaikan berdasarkan kesepakatan para sesepuh komunitas ini. Dalam memutuskan kisah yang akan dipentaskan, biasanya para sesepuh melihat jenis acara dimana mereka diundang. Pementasan di dalam undangan sunatan dan ulang tahun, biasanya mereka mengisahkan kisah perjuangan Jipang sebanyak satu kali, dan berikutnya satu tarian yang pendek berupa tarian hiburan. Untuk pementasan yang diadakan oleh institusi atau lembaga swasta maupun pemerintah, mereka biasanya memberikan kisah perjuangan warga Jipang berupa beberapa tarian dan musik yang lebih beragam.
Paguyuban Warga Setuju saat ini adalah sebuah kelompok tari tradisional yang beranggota aktif sekitar 200 orang, kebanyakan para warga desa Ngablak. Bagi anggota komunitas, baik laki-laki maupun perempuan, mereka mendapatkan peran secara bergantian untuk manggung ataupun sebagai tim pendukung seperti pemain musik, dan tim logistik yang harus menyediakan transportasi dan makanan dan minuman bagi kawan-kawannya.
Sejak berdiri, Paguyuban Warga Setuju telah mendapatkan undangan untuk manggung baik dalam tingkat komunitas, regional seperti di Semarang dan Yogyakarta maupun tingkat nasional yakni Jakarta. Bagi mereka nilai pementasan bukanlah hal yang berkaitan dengan popularitas maupun keuntungan material. Bagi komunitas Soreng, Paguyuban Warga Setuju, pementasan di acara ulang tahun seorang anak di sebuah desa tetangga ataupun pementasan di hadapan para pejabat daerah dan negara adalah sama pentingnya.akan tetapi lebih akan kebanggaan berbagi nilai-nilai yang selama ini secara konsensus telah menjadi pedoman hidup mereka.