Sepanjang sejarahnya, rupa roda perekonomian Manggarai, Nusa Tenggara Timur, silih berganti. Namun, tidak bergeser dari mengandalkan kekayaan alam. Kini, pertanian dan pertambangan bersaing untuk menjadi yang utama di wilayah barat pulau Flores ini.
Sejarah pertanian Manggarai dimulai sejak kedatangan Kraeng Mashur Nera Beang Bombang Palapa atau lebih dikenal Mashur pada pertengahan abad XVII.
Dalam buku Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi yang diterbitkan pertama kali tahun 1999, Dami N Toda menyebut Mashur sebagai ‘bapak pertanian’ bagi masyarakat Todo yang dikatakan sebagai penduduk asli.
Pertanian semakin berjaya di bawah kepemimpinan Raja Alexander Baroek, keturunan Mashur yang diangkat oleh Belanda. Menurut Lawang (2004), raja yang dikenal sebagai Raja Wunut ini berinisiatif mempelajari sistem persawahan yang ada di Bima, yang kemudian diterapkan di Todo.
Dimulai tahun 1939, dengan sawah percontohan di lingko (lahan kebun milik suatu komunitas keluarga garis keturunan ayah/patrilineal-disebut Laci, sebelah barat Cancar, Kabupaten Manggarai, lahirlah budaya bertani padi sawah di tanah ini.
Dalam waktu setahun, budaya ini menyebar ke daerah tetangganya. Lingko Loro, Nugi, dan Lanar di Cancar langsung mengadopsi model pertanian baru ini.
Tua adat Lumpung Gincu, Desa Robek, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Gaspar Sales menuturkan, â€Pertanian dan perkebunan sudah menjadi lapangan pekerjaan utama di sini sejak ratusan tahun.†Ia menambahkan, dari nenek moyang, pertama-tama kami berladang, bertanam palawija, jagung, dan padi. Lalu, ada perkembangan, mereka bertanam kelapa, pisang, jambu mete, dan kayu keras untuk diperdagangkan.
Menurut Gaspar, itulah pekerjaan yang selama ini diandalkan untuk membiayai sekolah anak-anak. “Juga banyak mencetak sarjana dan pastor dari hasil pekerjaan itu,” tegasnya.
Sejak abad XV, bumi Manggarai sudah menjadi daerah tujuan perdagangan para pedagang dari daerah Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Goa (Sulawesi Selatan). Hasil hutan seperti kayu manis, lilin lebah (malam), madu hutan, dan hasil budidaya padi menjadi barang dagangan yang menguntungkan.
Kini, produk pertanian ini mulai tergeser dengan hadirnya kegiatan ekonomi lain, seperti tambang.
(RIN/LUH/ISW)
Sumber : KOMPAS(Nasional) – Rabu, 11 Feb 2015 Halaman: 14 Penulis: Yuliana Rini DY, Luhur Fajar M, Brigitta Isworo L
Artikel terkait dengan sejarah ekonomi Manggarai, unduh file di bawah ini: