Kota Surabaya

Masjid Laksamana Cengho

Cerita Sejarah Kota Surabaya kental dengan nilai kepahlawanan. Sejak awal berdirinya, kota ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan nilai-nilai heroisme.
Heroisme masyarakat Surabaya paling tergambar dalam pertempuran 10 Nopember 1945. Arek-arek Suroboyo, sebutan untuk orang Surabaya, dengan berbekal bambu runcing berani melawan pasukan sekutu yang memiliki persenjataan canggih. Puluhan ribu warga meninggal membela tanah air. Peristiwa heroik ini kemudian diabadikan sebagai peringatan Hari Pahlawan. Sehingga membuat Surabaya dilabeli sebagai Kota Pahlawan.
Sejarah Surabaya juga berkaitan dengan aktivitas perdagangan. Secara geografis Surabaya memang diciptakan sebagai kota dagang dan pelabuhan. Surabaya merupakan pelabuhan gerbang utama Kerajaan Majapahit. Letaknya yang dipesisir utara Pulau Jawa membuatnya berkembang menjadi sebuah pelabuhan penting di zaman Majapahit pada abad ke – 14.
Berlanjut pada masa kolonial, letak geografisnya yang sangat strategis membuat pemerintah Kolonial Belanda pada abad ke – 19, memposisikannya sebagai pelabuhan utama yang berperan sebagai collecting centers dari rangkaian terakhir kegiatan pengumpulan hasil produksi perkebunan di ujung Timur Pulau Jawa, yang ada di daerah pedalaman untuk diekspor ke Eropa.

Surabaya Kini
Kota Surabaya 150 tahun yang lalu merupakan kota yang berbasis Industri gula yang kemudian berkembang menjadi basis industri berat lainnya seperti industri baja, mesin, kapal, otomotif dan lain-lainnya. Hingga dekade ketiga setelah Indonesia merdeka keadaan industri di Surabaya cenderung stagnan. Pada pertengahan 1970an berdirinya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) menandai dimulainya era indutrialisasi baru di kota Surabaya. Berdiri dan berkembangnya SIER seiring pula dengan makin merosotnya peran pusat industri Ngagel yang telah berdiri sejak 1915 karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota. Introduksi Pasca krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997-1998 menjadi salah satu penanda penting bagi Kota Surabaya menjadi kota yang berbasis jasa dan perdagangan.

Setelah ekonomi kita berpusat pada konglomerasi, pasca krisis moneter menandai lahirnya generasi baru dalam perekonomian yaitu sektor UKM yang ternyata merupakan salah satu penyangga utama dan penting dalam menyangga perekenomian negara selama krisis moneter. Desentralisasi ekonomi yang mulai dicanangkan dan liberalisasi pers dan media merupakan salah satu faktor yang turut menyetarakan informasi, pengetahuan dan sekaligus peluang usaha yang menembus batas-batas geografis, strata ekonomi dan demografi yang selama ini berpusat di Ibu kota Jakarta.

Merebaknya sektor UKM ini semakin mendapatkan tempat dan perannya ketika gerakan industri kreatif dan ekonomi kreatif mulai menyebar keseluruh dunia pada dekade terakhir. Saat ini setiap kota bahkan di setiap desa mempunyai peluang langsung berhubungan langsung dengan dunia luar tanpa harus melalui peran negara. Demikian halnya dengan Surabaya, profil perekonomian Surabaya telah mengalami pergeseran dan pertumbuhan signifikan pasca krisis moneter 1997, salah satunya adalah sektor yang disebut ekonomi kreatif. Namun sangat minimnya data-data statistik yang mampu menggambarkan profil ekonomi kreatif ini membuat sektor ini menjadi ‘penting kehadirannya namun tidak terbaca’ sehingga bila pemerintah ingin memiliki kebijakan yang tepat terhadap sektor ini secara komprehensif dan berkelanjutan maka perlu diawali sebuah program yang berkaitan dengan membuat profil sektor ekonomi kreatif ini terlebih dahulu.

Perubahan global dalam hal pengelolaan kawasan menuntut setiap pemerintah daerah mengalihkan orientasi dari orientasi lokal menjadi global-kosmopolit. Hal ini membawa persaingan lebih jauh bagi setiap daerah, bukan hanya dengan wilayah di sekitarnya saja tetapi juga dengan wilayah lain dalam skala global. Pemberlakuan UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional memberikan pertanda adanya pergeseran pola manajemen pemerintahan yang sebelumnya sentralistik menjadi desentralistik dan menuntut pengelolaan yang lebih partisipatif. Kondisi tersebut dapat dipandang sebagai peluang pada setiap daerah untuk mengembangkan diri dengan potensi yang dimiliki. Kondisi ini mendorong pemerintah perlu berubah paradigma menjadi pemerintah yang jeli dan selalu akomodatif dalam membaca dan memanfaatkan peluang untuk kemakmuran dan peningkatan kualitas hidup masyarakatnya (Kartajaya, 2005). Hal itu perlu didukung oleh adanya dorongan berkompetisi dalam menyediakan layanan publik terbaik (entrepreneurial-competitive government). Perubahan lainnya adalah perlunya lebih berorientasi pada pelanggan dan para pemangku kepentingan dalam skenario pengembangan investasi di wilayahnya (costumer-driven government) (Cahyo, Lakoro, & Putra, 2013).

Sebagai kota terbesar kedua yang memiliki perputaran roda ekonomi yang berkembang cukup pesat, tercatat perkembangan ekonomi Surabaya berdasarkan angka Produk Domestik Regional Bruto, yaitu diketahui bahwa pada tiap tahunnya hingga sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia mengalami kenaikan walaupun tidak signifikan.

Tampilkan lebih lengkap

17 Subsektor Ekraf

Kolaborasi

Tidak ada data